HUKUM SHOLAT

Permulaan sejarah shalat Jum'at pertama kali adalah ketika muncul perintah dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad, ketika beliau masih berada di kota Mekkah dan sedang dalam persiapan untuk melakukan hijrah atau perjalanan ke kota Madinnah.
Dinukil dari Fiqih Islami wa Adillatuhu, disebutkan bahwa shalat Jum'ah sudah
diwajibkan ketika Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam berada di Makkah, sebelum terjadi Hijrah. Seperti yang diriwayatkan oleh Daruquthni dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anh:

“Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam diizinkan untuk melaksanakan Shalat Jum'at sebelum melaksanakan Hijrah. Akan tetapi, kaum Muslimin tidak bisa berkumpul di Makkah, maka Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menulis surat kepada Mush'ab bin Umair yang berada di Madinah: 'Amma ba'du, perhatikanlah pada hari ketika orang-orang Yahudi mengumumkan untuk membaca kitab Zabur di hari Sabath-nya! Kumpulkanlah wanita-wanita dan anak-anak kalian! Jika siang telah condong separuhnya, di tengah siang hari Jum'at, mendekatlah kepada Allah dengan dua raka'at.
Pada masa itu masih terjadi sengketa dengan kaum Quraisy (yang belum mengakui bahwa Nabi Muhammad adalah Rosulullah), maka perintah tersebut tidak bisa dilakukan.

Sebab sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bila salah satu syarat sahnya pelaksanaan shalat Jum'at adalah harus dilakukan dengan berjamaah. Padahal ketika itu sangat sulit untuk mengumpulkan umat Islam secara bersama-sama di satu tempat dan pada waktu yang sama pula dalam keadaan yang tidak aman.

Namun, meski tidak bisa melaksanakan shalat Jum'at, Nabi Muhammad masih sempat mengutus salah seorang sahabatnya yang bernama Mush’ah bin Umair bin Hasyim yang tinggal di kota Madinnah, agar dia mengajarkan Al-Qur'an pada penduduk kota itu. Pada saat inilah sejarah shalat Jum'at dimulai.

Karena selain mengajarkan Al-Qur'an, sahabat setia Nabi tersebut juga meminta ijin pada beliau untuk menyelenggarakan ibadah shalat Jum'at. Dan, Rasul dengan senang hati mengijinkannya. Jadi, Mush'ah bin Umair bin Hasyim adalah orang yang pertama kali melakukan ibadah ini.

Sementara, Nabi Muhammad sendiri baru bisa melakukan shalat Jum'at, ketika dia sudah berada di kota Madinnah. Pada waktu itu, beliau ada di suatu daerah yang bernama Quba' dan menemui sahabat dekatnya yang lain yang bernama Bani 'Amr bin 'Auf. Peristiwa ini terjadi pada hari Senin pada 12 bulan Rabi'ul Awwal.

Kemudian tiga hari sesudahnya, yaitu hari Kamis, Nabi mendirikan sebuah masjid. Mesjid yang pertama didirikan oleh Nabi adalah Mesjid Quba. Keesokannya, pada hari Jum'at, Nabi Muhammad bertemu lagi dengan sahabatnya itu di kota Madinnah yang akan mengadakan shalat Jum'at di sebuah lembah yang telah dijadikan masjid dan tempatnya tidak begitu jauh dari mereka berdua.

Mengetahui hal tersebut, maka Nabi Muhammad memutuskan untuk ikut melakukan shalat Jum'at sekaligus berkhutbah sebelum pelaksanaan shalat. Inilah khutbah pertama yang dilakukan oleh Rasul, ketika berada di kota Madinnah. Begitulah sekilas sejarah shalat Jum'at menurut catatan dan bukti-bukti yang ada.

Jum'at pertama yang dilakukan Rasul SAW adalah di Wadi Ranuna, sekitar satu kilometer dari Masjid Quba, atau kurang lebih empat kilometer dari Madinah al-Munawwarah. Di sana kini berdiri sebuah masjid yang diberi nama Masjid Jum'at.

Tentu saja, dalam shalat Jum'at itu diselenggarakan khutbah Jum'at yang disampaikan Rasul SAW kepada kaum Muslim. Apa isi khutbah Rasul SAW pada saat itu? Hanafi al-Mahlawi dalam bukunya Al-Amakin al-Masyhurah Fi Hayati Muhammad (Tempat-tempat bersejarah yang dikunjungi Rasul SAW), isi khutbah itu adalah sebagai berikut;

"Segala puji bagi Allah, kepada-Nya aku memohon pertolongan, ampunan, dan petunjuk. Aku beriman kepada Allah dan tidak kufur kepada-Nya. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan, aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah. Dia telah mengutusnya dengan petunjuk dan agama yang benar, dengan cahaya dan pelajaran, setelah lama tidak ada rasul yang diutus, minimnyua ilmu, dan banyaknya kesesatan pada manusia di kala zaman menjelang akhir dan ajal kian dekat.

Barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, sesungguhnya ia telah mendapatkan petunjuk. Dan, barang siapa yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, sesungguhnya ia telah melampaui batas dan tersesat dengan kesesatan yang sangat jauh.

Aku berwasiat kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah. Itulah wasiat terbaik bagi seorang Muslim. Dan, seorang Muslim hendaknya selalu ingat akhirat dan menyeru kepada ketakwaan kepada Allah.

Berhati-hatilah terhadap yang diperingatkan Allah. Sebab, itulah peringatan yang tiada tandingannya. Sesungguhnya ketakwaan kepada Allah yang dilaksanakan karena takut kepada-Nya, ia akan memperoleh pertolongan Allah atas segala urusan akhirat.

"Barang siapa yang selalu memperbaiki hubungan dirinya dengan Allah, baik di kala sendiri maupun di tengah keramaian, dan ia melakukan itu tidak lain kecuali hanya mengharapkan rida Allah, maka baginya kesuksesan di dunia dan tabungan pahala setelah mati, yaitu ketika setiap orang membutuhkan balasan atas apa yang telah dilakukannya. Dan, jika ia tidak melakukan semua itu, pastilah ia berharap agar masanya menjadi lebih panjang. Allah memperingatkan kamu akan siksa-Nya. dan Allah Mahasayang kepada hamba-hamba-Nya." (QS Ali Imran [3]: 30).

Dialah Zat yang benar firman-Nya, melaksanakan janji-Nya, dan semua itu tidak pernah teringkari. Allah berfirman, "Keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah, dan Aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Ku." (QS Qaf [50]: 29).

Karenanya, bertakwalah kalian kepada Allah dalam urusan sekarang maupun yang akan datang, dalam kerahasiaan maupun terang-terangan. "Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya." (QS At-Thalaq [65]: 5). "Barang siapa bertakwa kepada Allah, sungguh ia telah memperoleh kemenangan yang besar." (QS Al-Ahzab [33]: 71).

Sesungguhnya ketakwaan kepada Allah menghindarkan dari kemarahan, hukuman, dan murka-Nya. Takwa kepada Allah akan membuat wajah bersinar terang, membuat Allah rida, dan meninggikan derajat. Lakukanlah dengan sepenuh kemampuan kalian, dan jangan sampai kurang di sisi Allah.

Dia telah mengajarkan kepada kalian dalam kitab-Nya dan membentangkan jalan-Nya, untuk mengetahui siapa yang benar dan untuk mengetahui siapa yang dusta. (QS Al-Ankabut [29]: 3).

Maka, berbuat baiklah, sebagaimana Dia berbuat baik kepada kalian, dan musuhilah musuh-musuh-Nya. Berjihadlah di jalan Allah dengan sebenar-benarnya jihad. Dia telah memilih dan menamakan kalian sebagai Muslim. (QS Al-Hajj [22]: 78). Agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata. (QS Al-Anfal [8]: 42).

Tiada daya upaya, kecuali hanya dengan kekuatan Allah. Karenanya, perbanyaklah mengingat Allah, dan beramallah untuk kehidupan setelah mati. Sesungguhnya orang yang membangun hubungan baik dengan Allah, Allah pun akan membuat baik hubungan orang itu dengan manusia lainnya.

Karena Allah yang memberi ketetapan kepada manusia, sedang manusia tidak mampu memberi ketetapan kepada-Nya. Dia menguasai manusia, sedang manusia tidak bisa menguasai-Nya. Allah itu Maha Agung. Tiada daya dan kekuatan selain dengan kekuatan Allah Yang Mahatinggi dan Mahaagung."

Demikianlah isi khutbah Rasul SAW sebagaimana disebutkan dalam Tarikh Thabari, Tafsir al-Qurthubi, Subul al-Huda wa ar-Rasyad, dan Al-Bayan al-Muhammadi karya Dr Mustafa Asy-Sya'kah.

Asy-Sya'kah menegaskan bahwa khutbah diatas merupakan khutbah Rasul SAW saat shalat Jum'at pertama di Wadi Ranuna. Penjelasan ini juga diperkuat dengan keterangan Ibnu Abbas RA yang diriwayatkan oleh Ibnu Katsir. Wallahu A'lam.

Dasar Hukum Sholat Jum'at

Hari Jum'at merupakan hari yang penting bagi kaum muslimin. Hari yang memiliki kekhususan dan keistimewaan yang tidak dimiliki hari-hari lain. Allah memerintahkan kaum muslimin untuk berkumpul pada hari itu untuk menunaikan ibadah shalat di masjid tempat berkumpulnya penduduk. Disana kaum muslimin saling berkumpul dan bersatu, sehingga dapat terbentuk ikatan kecintaan, persaudaraan dan persatuan.

Demikianlah Rasulullah khabarkan dalam hadits-hadits Beliau, diantaranya:

خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا وَلَا تَقُومُ السَّاعَةُ إِلَّا فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ

"Sebaik-baiknya hari yang matahari terbit padanya adalah hari Jum'at. Pada hari itu Adam diciptakan, masuk dan keluar dari syurga dan hari kiamat hanya akan terjadi pada hari Jum'at."

Pada hari Jum'at, Allah mensyari’atkan shalat Jum'at, sebagaimana dinyatakan dalam firmanNya :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاَةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرُُ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui" [Al Jum'ah : 9].

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung". [Al Jum'ah : 10].

وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا انفَضُّوا إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَائِمًا ۚ قُلْ مَا عِندَ اللَّهِ خَيْرٌ مِّنَ اللَّهْوِ وَمِنَ التِّجَارَةِ ۚ وَاللَّهُ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
"Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezeki". [Al Jum'ah : 11].

Hukum shalat Jum'at adalah wajib dengan dasar Al Qur’an, Sunnah dan Ijma’. Adapun dalil dari Al Qur’an adalah firman Allah:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاَةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرُُ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." [Al Jum'ah:9]

Dalam ayat ini Allah memerintahkan untuk menunaikannya, padahal perintah -dalam istilah ushul fiqh- menunjukkan kewajiban. Demikian juga larangan sibuk berjual beli setelah ada panggilan shalat, menunjukkan kewajibannya; sebab seandainya bukan karena wajib, tentu hal itu tidak dilarang.

Sedangkan dalil dari Sunnah, ialah sabda Rasulullah:

لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمْ الْجُمُعَاتِ أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ ثُمَّ لَيَكُونُنَّ مِنْ الْغَافِلِينَ
"Hendaklah satu kaum berhenti dari meninggalkan shalat Jum'at, atau kalau tidak, maka Allah akan mencap hati-hati mereka, kemudian menjadikannya termasuk orang yang lalai."

Hal ini dikuatkan lagi dengan kesepakatan (Ijma') kaum muslimin atas kewajibannya, sebagaimana hal itu dinukil para ulama, diantaranya: Ibnu Al Mundzir , Ibnu Qudamah dan Ibnu Taimiyah.

Yang Diwajiblan Sholat Jum'at

Syaikh Al Albani berkata,”Shalat Jum'at wajib atas setiap mukallaf, wajib atas setiap orang yang baligh, berdasarkan dalil-dalil tegas yang menunjukkan shalat Jum'at wajib atas setiap mukallaf dan dengan ancaman keras bagi meninggalkannya.”

Shalat Jum'at diwajibkan kepada setiap muslim, kecuali yang memiliki udzur syar'i, seperti: budak belian, wanita, anak-anak, orang sakit dan musafir, berdasarkan hadits Thariq bin Syihab dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau bersabda.

الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلَّا أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوْ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ 

"Shalat Jum'at wajib bagi setiap muslim dalam berjama'h, kecuali empat: hamba sahaya, wanita, anak-anak atau orang sakit" .

Sedangkan tentang hukum musafir, para ulama masih berselisih sebagai orang yang tidak diwajibkan shalat Jum'at, dalam dua pendapat, yaitu:

Pertama : Musafir tidak diwajibkan shalat Jum'at. Demikian ini pendapat jumhur Ulama , dengan dasar bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam seluruh safarnya tidak pernah melakukan shalat jum'at, padahal bersamanya sejumlah sahabat Beliau. Hal ini dikuatkan dengan kisah haji wada', sebagaimana disampaikan oleh Jabir bin Abdillah dalam hadits yang panjang.

فَأَتَى بَطْنَ الْوَادِي فَخَطَبَ النَّاسَ ......ثُمَّ أَذَّنَ بِلا َلٌ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْعَصْرَ وَلَمْ يُصَلِّ بَيْنَهُمَا شَيْئًا 

"Lalu beliau mendatangi Wadi dan berkhutbah…Kemudian Bilal beradzan, kemudian iqamah dan shalat Dhuhur, kemudian iqamah dan shalat Ashar, dan tidak shalat sunnah diantara keduanya…

Kedua. Wajib melakukan shalat Jum'at. Demikian ini pendapat madzhab Dzahiriyah, Az Zuhri dan An Nakha'i. Mereka berdalil dengan keumuman ayat dan hadits yang mewajibkan shalat Jum'at dan menyatakan, tidak ada satupun dalil shahih yang mengkhususkannya hanya untuk muqim.

Dari kedua pendapat tersebut, maka yang rajih adalah pendapat pertama, dikarenakan kekuatan dalil yang ada. Pendapat inilah yang dirajihkan Ibnu Taimiyah, sehingga setelah menyampaikan perselisihan para ulama tentang kewajiban shalat Jum'at dan 'Id bagi musafir, ia berkata,”Yang jelas benar adalah pendapat pertama. Bahwa hal tersebut tidak disyari'atkan bagi musafir, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bepergian dalam banyak safar, telah berumrah tiga kali selain umrah ketika hajinya dan berhaji haji wada' bersama ribuan orang, serta telah berperang lebih dari dua puluh peperangan, namun belum ada seorangpun yang menukilkan bahwa Beliau melakukan shalat Jum'at, dan tidak pula shalat 'Id dalam safar tersebut; bahkan Beliau shalat dua raka'at saja dalam seluruh perjalanan (safar)nya.”Demikian juga, pendapat ini dirajihkan Ibnu Qudamah dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin.
Demikian juga orang yang memiliki udzur yang dibenarkan syar'i, termasuk orang yang tidak diwajibkan menghadiri shalat Jum'at.

Orang yang mendapat udzur, tidak wajib shalat Jum'at, tetapi wajib menunaikan shalat Dhuhur, bila termasuk mukallaf. Karena asal perintah hari Jum'at adalah shalat Dhuhur, kemudian disyari'atkan shalat Jum'at kepada setiap muslim yang mukallaf dan tidak memiliki udzur, sehingga mereka yang tidak diwajibkan shalat Jum'at masih memiliki kewajiban shalat Dhuhur.

Waktu Sholat Jum'at

Waktu shalat Jum'at dimulai dari tergelincir matahari sampai akhir waktu shalat Dhuhur. Inilah waktu yang disepakati para ulama, sedangkan bila dilakukan sebelum tergelincir matahari, maka para ulama berselisih dalam dua pendapat.

Pertama : Tidak sah. Demikian pendapat jumhur Ulama dengan argumen sebagai berikut:

- Hadits Anas bin Malik, ia berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي الْجُمُعَةَ حِينَ تَمِيلُ الشَّمْسُ

" Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat Jum'at ketika matahari condong (tergelincir)." 

- Hadits Samahin Al Aqwa', ia berkata:

كُنَّا نُجَمِّعُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا زَالَتْ الشَّمْسُ ثُمَّ نَرْجِعُ نَتَتَبَّعُ الْفَيْءَ

"Kami shalat Jum'at bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam jika tergelincir matahari, kemudian kami pulang mencari bayangan (untuk berlindung dari panas)."

Inilah yang dikenal dari para salaf, sebagaimana dinyatakan Imam Asy Syafi'i : “Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam , Abu Bakar, Umar, Utsman dan para imam setelah mereka, shalat setiap Jum'at setelah tergelincir matahari”.

Kedua : Sah, shalat Jum'at sebelum tergelincir matahari. Demikian pendapat Imam Ahmad dan Ishaq, dengan argumen sebagai berikut:

- Hadits saamah in Al Aqwa', ia berkata:

كُنَّا نُجَمِّعُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا زَالَتْ الشَّمْسُ ثُمَّ نَرْجِعُ نَتَتَبَّعُ الْفَيْءَ

"Kami shalat Jum'at bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam jika tergelincir matahari, kemudian kami pulang mencari bayangan (untuk berlindung dari panas)."

- Hadits Sahl bin Sa'ad, ia berkata:

مَا كُنَّا نَقِيلُ وَلَا نَتَغَدَّى إِلَّا بَعْدَ الْجُمُعَةِ

"Kami tidak tidur dan makan siang, kecuali setelah Jum'at." 

Dan dalam riwayat Muslim terdapat tambahan lafadz :
فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Pendapat ini menyatakan, bahwa makan dan tidur siang dalam adat bangsa Arab dahulu, dilakukan sebelum tergelincir matahari, sebagaimana dinyatakan Ibnu Qutaibah . Demikian juga Rasulullah berkhutbah dua khutbah, kemudian diriwayatkan membaca surat Qaf, atau dalam riwayat lain surat Al Furqan, atau dalam riwayat lain surat Al Jumu'ah dan Al Munafiqun. Seandainya Beliau hanya shalat Jum'at setelah tergelincir matahari, maka ketika selesai, orang akan mendapatkan bayangan benda untuk bernaung dari panas matahari dan telah keluar dari waktu makan dan tidur siang.

- Hadits Jabir bin Abdillah ketika ia ditanya:
مَتَى كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الْجُمُعَةَ قَالَ كَانَ يُصَلِّي ثُمَّ نَذْهَبُ إِلَى جِمَالِنَا فَنُرِيحُهَا حِينَ تَزُولُ الشَّمْسُ

"Kapan Rasulullah shalat Jum'at, ia menjawab,”Beliau shalat Jum'at, kemudian kami kembali ke onta-onta kami, lalu menungganginya ketika matahari tergelincir.

Syaikh Al Albani berkata,”Ini jelas menunjukkan, bahwa shalat Jum'at dilakukan sebelum tergelincir matahari.”

Demikianlah secara singkat uraian pendapat para ulama, dan yang rajih adalah pendapat kedua, yaitu waktu shalat Jum'at adalah waktu Dhuhur, dan sah bila dilakukan sebelum tergelincir matahari, sebagaimana dirajihkan Imam Asy Syaukani dan Syaikh Al Albani.

MENJEMPUT REJEKI

Jam menunjukkan pukul 3:30 pagi sepertinya baru sebentar mata ini dipejamkan, inilah rutinitasku di mulai. Berangkat jam 4 pagi menuju stasiun untuk memulai jihad mencari nafkah untuk keluarga, satu hal yang ada dalam benakku inilah ikhtiarku untuk mencari rezeki menafkahi anak istri dengan ridho Allah SWT. Jarak 110 km bukan hal sulit buat ku.

MENJEMPUT REJEKI / NAFKAH BAGI KELUARGA ITU . . .

1. Perintah Allah Subhanahu Wa ta’ala yang wajib hukumnya.
2. Sama Kedudukan nya dengan SHALAT.
3. Sama kedudukan nya dengan JIHAD
4. Disukai ALLAH SUBHANAHU WA T’ALA
5. DLL.

A’uudzu billaahi minasysyaithaanir rajiim Bismillahirrahmaniraahim...

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-,keluarga dan para sahabatnya.
Dan karenaa rahmat-Nya Dia jadikan untuk mu malam dan siang , supaya kamu ber-istirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebagian dari Karunia-Nya pada siang hari dan agar kamu ber-syukur kepada-Nya. “( Al Qashash , 28 : 73 ) ,

Carilah rejeki itu disisi Allah , Sembahlah DIA dan bersyukurlah kepada-Nya. Kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan.”(Al’Ankabuut, 29 : 17)

“ Pria menjadi pimpinan wanita karena Allah telah memberikan kelebihan (kekuatan) kepada lelaki dari wanita dan karena pria bertanggung jawab menafkahkan hartanya “ ( An - Nisaa’ , 4 : 34 )

“ Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuan -nya . Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberi - kan Allah kepadanya . Allah SWT tidak akan memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar apa yang Allah berikan kepada-nya . Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan . ( Thalaaq , 65 : 7 )

Jika shalat telah ditunaikan, bertebaranlah kalian di permukaan bumi, dan carilah sebagian dari karunia Allah.” Qs. Al Jumu’ah: 10.

Dialah Allah yang menggunakan kata perintah pada ayat itu (fantasyiruu) dan (wabtaghuu), dan kata perintah adalah wajib hukumnya selama tidak ada dalil yang lain yang membantah kewajibannya, sehingga hukumnya berubah menjadi sunnah atau mubah.

Bahkan Rasulullah saw menguatkan dengan sabdanya:

“Bekerja mencari yang halal itu suatu kewajiban sesudah kewajiban beribadah.” Hadits Riwayat Thabrani dan Baihaqi.

Abu Hurairah r.a mengisahkan bahwa Nabi saw. Bersabda , “ Seseorang yang memperoleh ( harta ) secara sah ( halal , menurut hukum ) , menyelamatkan dirinya dari minta-minta dan menunaikannya demi makan dan minum keluarganya dan menolong tetangganya , akan berjumpa Allah SWT. Dihari pengadilan dengan wajah bercahaya bagaikan bulan. Dan seorang yang memperoleh ( harta) secara tidak halal ( menurut hukum ) dengan suatu pandangan lebih beruntung dari-pada sebelumnya dan untuk menunjukkan bahwa kekayaannya lebih besar dari pada orang lain , akan bertemu dengan Allah SWT. Dalam kemurkaan. “( HR. Baihaqi )

MENJEMPUT REJEKI NAFKAH BAGI KELUARGA  ITU  KEDUDUKKAN NYA SEIMBANG DENGAN SHALAT HARUS DISEGERAKAN (JANGAN DI TUNDA TUNDA)

“Jika shalat telah ditunaikan, bertebaranlah kalian di permukaan bumi, dan carilah sebagian dari karunia Allah.” Qs. Al Jumu’ah: 10.

Dia Allah ‘mengikat’ pekerjaan shalat yang ibadah mahdhah, dengan pekerjaan mencari karunia yang ibadah ghairu mahdhah dengan haruf (fa) yang berarti segera, sehingga tidak boleh ada jedah waktu yang memisahkan antara keduanya. 

MENJEMPUT REJEKI NAFKAH BAGI KELUARGA  ITU  KEDUDUKKAN NYASAMA DENGAN JIHAD BERPERANG DI JALAN ALLAH

Dialah Allah pada ayat berikutnya memerintahkan membaca Al Qur’an yang mudah bagi mereka yang berjalan mencari karunia Allah, dan bagi mereka yang beperang di jalan-Nya.

”Barang siapa yang bekerja keras mencari nafkah untuk keluarganya, maka sama dengan pejuang di jalan Allah ‘Azza Wa Jalla”. (HR. Ahmad)

MENJEMPUT REJEKI NAFKAH BAGI KELUARGA  ITU APALAGI DENGAN SUSAH PAYANG DAN PERJUANGAN KERJA KERAS  SANGAT DISUKAI ALLAH SUBHANAHU WA TA'ALA

Rasulullah saw juga bersabda, "Sesungguhnya Allah Ta‘ala suka melihat hamba-Nya bersusah payah dalam mencari rejeki yang halal”. (HR. Dailami).

“Sesungguhnya Allah SWT sangat menyukai hamba-Nya yang Mukmin dan berusaha”. (HR. Thabrani dan Baihaqi dari lbnu ‘Umar)

SAUDARAKU , TIDAKKAH KITA RINDU UNTUK DISUKAI/DISAYANGI ALLAH SUBHANAHU WA TA'ALA ???

Mencari nafkah itu pekerjaan  terhormat dan pekerjaan para Nabi Allah. Ia membangun izzah karena tidak mengemis, dan besar kemungkinan ia dapat memberi dan membantu orang lain, walaupun ia seorang tukang kayu bakar, atau pandai besi seperti Nabi Daud, atau tukang kayu seperti Nabi Zakariya, maka benarlah sabda Nabi Muhammad saw:

“Hai anak Adam! Sesungguhnya jika kamu memberi dari kelebihan hartamu adalah baik bagimu, dan buruk bagimu jika kamu menahannya, engkau tidak akan dicela selama kamu tidak meminta-minta, mulailah bersedekah kepada keluargamu, dan tangan di atas itu lebih baik dari pada tangan yang di bawah.” Hadits riwayat Muslim dari Abu Umamah bin ‘Ijlan ra.

KARENA-NYA . . . .

Jangan ‘pilih-pilih’ pekerjaan dalam mencari nafkah , YANG PENTING HALAL !  ,

KETIKA PELUANG DATANG (apalagi tanpa dicari) RAIHLAH LANGSUNG !!!

Semua pekerjaan adalah baik, selama pekerjaan itu halal. Nabi Musa, Nabi Isa dan Muhammad saw, tidak pernah merasa terhina menjadi gembala kambing, demikian pula Nabi Daud dan Nabi Zakariya yang telah disebut di atas. Berdagang sayur di pasar, menarik motor ojek, menjadi pedagang dorongan, menjadi cleaning service, dan segala macam pekerjaan, yang di mata masyarakat – mungkin – hina, adalah jauh lebih baik daripada menganggur hidup di bawah tanggungan orang lain, meminta minta dan atau menjadi pengemis.
kesuksesan itu secara umum di awali dari bawah dan menuju sukses itu memerlukan Proses , JADILAH CERDAS SEBAGAI HAMBA ALLAH SEBAGAI MANA ALLAH ITU MAHA CERDAS , MILIKI MENTAL DAN SEMANGAT SEBAGAI PEMENANG  DAN BERGAUL BAIK LAH DENGAN PARA PEMENANG , DENGAN ORANG2 YANG POTENSIAL  , DENGAN ORANG KAYA YANG DERMAWAN . . . . , DAN BELAJAR BANYAK LAH DARI MEREKA . . . 

SALAH SATU CONTOH KONKRIT KESUKSESAN DI AWALI DARI BAWAH ADALAH PEMILIK PERTAMA PT. GUDANG GARAM AWAL NYA ADALAH PEDAGANG ASONGAN ROKOK YANG DI JAJAKAN KE PARA PEGAWAI GUDANG GARAM DI JAWA TIMUR.

“ Adalah sangat cukup membuat seorang menjadi pendosa , bahwa ia menghindari apa yang menjadi tanggungannya.” ( Riyadh Ash-Shalihin , Abu Dawud dll )

DAN JANGAN TERABAIKAN SETELAH ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA MENGARUNIAI KITA REJEKI UNTUK MENYEMPURNAKAN DAN MENGEMBANGKAN REJEKI TERSEBUT , KELUARKANLAH BAGIAN DARI REJEKI TERSEBUT KEPADA YANG BERHAK MENERIMANYA.

“ Kamu tidak akan memperoleh kebaikan ( yang sempurna ) , sehingga kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya ” ( Ali Imran , 3 : 92 ) (At Taubah , 9 : 24)

Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah , niscaya akan dibalaskan dengan cukup kepada-mu dan kamu tidak akan dianiaya.” ( Al An Faal , 8 : 60 ) , “ Tidak kurang harta karena sadaqoh. ” (HR. Muslim )

“ Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya pada jalan Allah , adalah seumpama sebuah biji yang menumbuhkan tujuh tangkai , pada tiap-tiap tangkai itu berisi seratus biji. Dan Allah melipat gandakan bagi siapa yang dikehendaki-Nya , dan Allah Maha Luas ( karunia-NYA ) lagi Maha Mengetahui.” ( Al Baqarah, 2 : 261 )

“ Dan perumpaman orang – orang yang menafkahkan hartanya karena mengharap - kan keridhaan Allah dan untuk menetapkan ( keimanan ) didalam hatinya , adalah seperti sebidang kebun terletak pada dataran tinggi , ditimpa hujan lebat , maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Maka jika hujan lebat tidak menyiraminya , maka ( disiram ) hujan gerimis. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” ( Al Baqarah , 2 : 265 )

“ Siapa yang meminjamkankan kepada Allah dengan pinjaman yang baik ( ket : Infaq , sadaqoh , sumbangan-sumbangan lain di jalan Allah ) , maka Allah akan melipat ganda - kannya dan pahala yang mulia baginya “ ( Al Hadiid , 57 : 11 & 18 , At Taghaabun , 64 : 17 , Al Baqarah , 2 : 245 )
(Thx. Mas Iman)

Wassalamu’alaikum Warohmatullaahi Wabarokaatuhu ,